Cerita memiliki daya untuk memengaruhi cara kita berpikir, merasakan, dan bertindak. Di balik setiap gerakan sosial, revolusi, atau inovasi besar, selalu ada cerita yang menggugah hati dan menggerakkan banyak orang. Storytelling bukan sekadar seni bercerita, melainkan bentuk soft power; kekuatan halus yang mampu mengubah dunia melalui kata dan makna.

 

Dalam era global dan digital saat ini, storytelling tidak lagi terbatas pada karya sastra. Ia menjelma menjadi kekuatan utama dalam diplomasi, budaya, pemasaran, hingga media. Para pemimpin dunia membangun kepercayaan dan solidaritas melalui narasi. Perusahaan global menciptakan brand story untuk menjalin hubungan emosional dengan pelanggan. Penulis, jurnalis, dan kreator konten menggunakan cerita untuk menjadikan pesan lebih hidup dan mudah diingat. Satu pesan yang kuat dapat menumbuhkan kesadaran, mengubah pandangan, bahkan memicu aksi bersama.

Kita bisa melihatnya, misalnya, dari kampanye #MeToo yang dimulai dengan berbagi cerita pribadi di media sosial. Narasi tentang keberanian dan keadilan itu kemudian berkembang menjadi gerakan global yang menuntut perubahan sosial dan perlindungan terhadap perempuan di berbagai negara. Cerita-cerita individu yang sederhana ternyata mampu membangun kekuatan kolektif yang nyata.

Di bidang pemasaran, storytelling juga memainkan peran penting. Kampanye “Share happiness” dari Coca-Cola, misalnya, berhasil menciptakan keterlibatan emosional dengan mengganti logo merek menjadi nama-nama pribadi pada botol minuman. Konsumen tidak sekadar membeli produk, tetapi merasa menjadi bagian dari cerita yang lebih besar tentang kebersamaan dan koneksi manusia. Di Indonesia, banyak brand lokal seperti Tokopedia dan Grab juga menggunakan pendekatan serupa dengan menampilkan kisah inspiratif tentang semangat dan perjuangan masyarakat.

Kemampuan menuturkan cerita seperti itu bukanlah bakat semata, melainkan keterampilan yang bisa dipelajari. Inilah yang menjadi kekuatan Program Studi Sastra Inggris. Melalui pembelajaran bahasa dan sastra, mahasiswa mempelajari bagaimana kata membentuk pikiran, bagaimana narasi menciptakan identitas, dan bagaimana pesan mampu memengaruhi cara pandang masyarakat. Melalui mata kuliah penulisan kreatif, mahasiswa dilatih untuk menuangkan ide menjadi tulisan yang menggugah, sementara studi linguistik dan komunikasi memperkaya kemampuan analisis serta kesadaran lintas budaya.

Di Program Studi Sastra Inggris, kami percaya bahwa storytelling adalah inti dari komunikasi dan kemajuan manusia. Kurikulum kami memadukan bahasa, sastra, dan industri, untuk melahirkan lulusan yang siap berkarier sebagai creative writer, international negotiator, dan language consultant. Terletak di lingkungan akademik yang dinamis melalui Kuliah Jakarta Selatan, program ini memberikan akses luas terhadap jejaring budaya dan profesional yang relevan dengan dunia industri kreatif dan komunikasi global.

Lebih dari itu, proses pembelajaran kami berlandaskan Pendidikan Berbasis Karakter. Nilai-nilai seperti empati, integritas, dan tanggung jawab sosial menjadi fondasi penting bagi setiap calon penulis dan komunikator. Kami mendorong mahasiswa untuk tidak hanya pandai menulis dan berbicara, tetapi juga bijak menggunakan suaranya untuk kebaikan.

Di era ketika narasi membentuk bangsa, komunitas, dan industri, kekuatan storytelling menjadi semakin relevan. Belajar menulis berarti belajar memimpin, menghubungkan, dan menginspirasi. Di Program Studi Sastra Inggris, kami menumbuhkan kekuatan itu untuk membantu setiap mahasiswa mengubah kata menjadi pengaruh, dan imajinasi menjadi tindakan nyata. 

 

Dian Nur Endah